Meskipun telah kita ketahui bahwa membaca al Quran adalah suatu ibadah yang mulia,tetapi dalam hal ini
terdapat perbedaan pendapat ulama tentang hukum membaca Al Quran di kuburan, ada ulama yang membolehkannya, namun tak sedikit
dari para ulama yang tidak membolehkan membacanya di kuburan.
Bagi kita selaku orang
awam, yang terpenting adalah melihat dalil-dalil dari kedua pendapat tersebut, karena
dalam masalah khilafiyah, kita tidak boleh berhujjah dengan pendapat ulama
saja, atau bahkan pendapat ‘kyai dan mbahku’. tapi hujah kita yang paling utama
adalah Alquran dan sunnah.
Dalil-dalil pendapat yang membolehkan adalah sebagai berikut:
Pertama: Hadits Ibnu Abbas yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim, bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wasallam melewati dua buah
kuburan, lalu Nabi mengabarkan bahwa penghuni kuburan tersebut sedang di ‘adzab,
kemudian beliau mengambil pelepah kurma dan menyobeknya menjadi dua, lalu
menanamkannya pada dua kuburan tadi, beliau bersabda: “Semoga diringankan
adzabnya selama kedua pelepah itu belum kering”
Imam An-Nawawi
mengatakan bahwa hadits ini adalah dalil yang menunjukkan bolehnya membaca
Alquran di sisi kuburan, karena menurut beliau apabila diharapkan adzabnya
diringankan karena tasbihnya pelepah, maka membaca Alquran lebih utama lagi. (Syarah
Shahih Muslim, 3/202).
Kedua: Hadits yang artinya, “Barang siapa yang melewati
perkuburan lalu membaca qul huwallahu ahad sebelas kali,
kemudian memberikan pahalanya kepada para mayat, maka akan diberikan pahala
sesuai dengan jumlah mayat”. (HR. Al-Khallaal).
Ketiga: Hadits yang artinya,
“Apabila seseorang dari kamu meninggal, maka janganlah ditahan, dan
bersegeralah untuk dikuburkan, dan bacakan di sisi kepalanya Al-Fatihah dan di
sisi kakinya akhir surat Al-Baqarah dikuburnya”. (HR. Ath Thabrani 12/445 no
13613) dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 9294. Dari jalan
Yahya bin Abdullah Al-Babalti dari Ayyub bin Nahik Al-Halabi dari ‘Atha bin Abi
Rabah dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keempat: Perbuatan Ibnu Umar,
dari jalan Mubasyir mengabarkan dari Abdurrahman bin Al-’Alaa bin Al-Lajlaaj
dari ayahnya bahwa ia mewasiatkan apabila telah dikubur, agar dibacakan di
kepalanya permulaan surat Al-Baqarah dan akhirnya, dan berkata, “Aku mendengar
Ibnu Umar berwasiat demikian”. Sebagaimana telah berlalu.
Kelima: Asy-Sya’bi berkata,
“Adalah kaum Anshar apabila seseorang meninggal, mereka pergi bergantian ke
kuburannya untuk membacakan Alquran”. Dikeluarkan oleh Al-Khallaal dalam kitab Al
Qira’ah ‘Indal Qubuur (1/8 no 7) dari jalan Mujalid bin Sa’id dari
Asy-Sya’bi.
Keenam: Alquran adalah berkah,
maka bila dibacakan di kuburan, diharapkan dengan keberkahan Alquran dapat
memberikan manfaat kepada penghuni kubur.
Jawaban dan Bantahan terhadap dalil-dalil yang membolehkan:
Bila kita perhatikan, dalil-dalil
yang telah disebutkan diatas sebenarnya tidak dapat dijadikan hujjah,
Penjelasannya sebagai
berikut:
Dalil pertama, tentang kisah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menanam pelepah kurma yang telah disobek menjadi dua,
alasan dijadikan hujjah untuk membolehkan adalah karena
pelepah itu bertasbih sebagaimana Allah menyebutkan di dalam Alquran bahwa
segala sesuatu di bumi dan di langit bertasbih memuji-Nya, sehingga bisa
dijadikan dalil bolehnya membaca Alquran di kuburan.
Namun alasan ini amat
lemah dari beberapa sisi:
- Bila alasannya karena tasbih pelepah, tentu nabi tidak akan menyobeknya agar menjadi cepat kering, karena semakin lama kering berarti semakin lama diringankan adzabnya.
- Bila alasannya demikian, tentu nabi tidak akan menanam pelepah,akan tetapi beliau menanam pohon agar lebih lama lagi diringankan adzabnya.
- Bila demikian, maka mayat yang paling bahagia adalah mayat yang paling banyak pohonnya, karena dedaunannya lebih banyak bertasbih, dan ini aneh dan batil.
Yang shahih, bahwa
alasan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menanam pelepah
tersebut adalah dalam rangka memberikan syafaat kepadanya, dan ini kekhususan
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu para ulama
shahabat tidak ada yang memahami seperti apa yang dipahami oleh Imam An-Nawawi rahimahullah.
Dan tidak ada satupun shahabat yang memahami dari hadits tersebut bolehnya
membacakan Alquran di sisi kubur, kalaulah itu baik, tentu mereka yang pertama
kali melakukannya.
Adapun dalil yang kedua, adalah hadits yang palsu,
berasal dari naskah Abdullah bin Ahmad bin ‘Amir dari ayahnya dari Ali Ar Ridla
dari ayah-ayahnya, dipalsukan oleh Abdullah atau ayahnya sebagaimana dikatakan
oleh Adz-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal, dan diikuti oleh Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (3/252), juga As-Suyuthi dalam Dzail
Al Ahadits Al Maudlu’ah dan beliau menyebutkan hadits ini, dan diikuti
juga oleh Ibnu ‘Arraaq dalamTanzih Asy Syari’atil Marfu’ah. (Lihat Ahkaam
Janaiz, hal 245).
Adapun dalil yang ketiga adalah hadits yang sangat
lemah, karena di dalamnya terdapat dua perawi yang lemah, yang pertama
adalah Yahya bin Abdullah Al-Babalti, ia perawi yang lemah. Al Azdi berkata,
“Kelemahan padanya sangat jelas”. Dan Abu Hatim berkata, “Tidak dianggap”. (Al-Mughni
fi Dlu’afa, 2/739). Dan yang kedua adalah Ayyub bin Nahiik Al Halabi
ia dianggap lemah oleh Abu Hatim, dan Al Azdi berkata, “Matruk”. Dan Ibnu
Hibban menyebutkannya dalam Ats-Tsiqat dan berkata: “Yukhti
(suka salah)”. (Lisanul Mizan,1/490).
Adapun dalil yang
keempat, yaitu atsar Ibnu Umar
adalah lemah juga. Karena ia berasal dari periwayatan Abdurrahman bin Al
‘Alaa bin Al Lajlaaj, ia perawi yang majhul karena tidak ada yang meriwayatkan
darinya selain Mubasyir. Dan Al Hafidz berkata dalam taqrib-nya:
“Maqbul”. Artinya diterima apabila di-mutaba’ah, dan jika tidak maka
haditsnya lemah. Dan di sini ia tidak di-mutaba’ah.
Adapun dalil yang
kelima, yaitu atsar Asy Sya’bi
adalah lemah juga, karena ia dari periwayatan Mujalid bin Sa’id, Al
Hafidz berkata dalam taqrib-nya: “Laisa bil qawiyy (tidak
kuat), berubah hafalannya di akhir umurnya”. Imam Ahmad berkata: “Laisa
bisyai (tidak ada apa-apanya)”. Ibnu Ma’in berkata: “Tidak bisa
dijadikan Hujah”. Dan Ad Daraquthni berkata: “Dla’if”. (Al Mughni fi Dlu’afa,
2/542).
Adapun dalil yang keenam adalah dalil yang membutuhkan
dalil, artinya memang benar bahwa Alquran itu berkah, namun untuk dibacakan
kepada mayat di kuburan membutuhkan kepada contoh dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dan para shahabatnya. Dan ternyata tidak ada.
Terlebih telah kita rajihkan bahwa bacaan Alquran tidak akan sampai kepada
mayat.
Dalil-dalil Pendapat yang Melarang
Pertama: Hadits Abu Hurairah, nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah kamu
menjadikan rumah-rumahmu seperti kuburan, karena setan akan lari dari rumah yang
dibanyakan padanya surat Al-Baqarah“. (HR Muslim).
Hadits ini menunjukkan
bahwa kuburan bukan tempat untuk membaca Alquran, oleh karena itu Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam melarang menjadikan rumah seperti kuburan yang tidak
dibacakan padanya Alquran.
Kedua: Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berziarah ke perkuburan Baqi’, namun tidak disebutkan
disana bahwa beliau membaca Alquran di kubur, di antaranya hadits Aisyah ia
berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَخْرُجُ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَدْعُو لَهُمْ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ ذَلِكَ
فَقَالَ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَدْعُوَ لَهُمْ
“Sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar menuju Baqi’ untuk mendoakan mereka,
lalu Aisyah menanyakannya, beliau bersabda: “Aku diperintahkan untuk mendoakan
mereka”.
Tidak disebutkan dalam
hadits-hadits itu bahwa beliau membaca Alquran di kuburan. Kalau itu baik,
tentu beliau melakukannya dan diperintahkan kepadanya.
Ketiga: Hadits-hadits yang mengajarkan apa yang harus dibaca di
perkuburan, di antaranya adalah hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim,
Aisyah bertanya kepada beliau apa yang harus dibaca di kuburan, maka beliau
mengajarkan salam dan doa, dan tidak mengajarkan untuk membaca Al-Fatihah atau
surat lain dari Alquran, dan kaidah ushul fiqihberkata,
“Meninggalkan penjelasan dari waktu yang dibutuhkan adalah tidak boleh”.
Kalaulah itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi waallam mengajarkannya
kepada ‘Aisyah dan shahabat-shahabat lainnya.
Keempat: Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ikut menguburkan sebagian shahabat, seperti
penguburan anaknya dan juga hadits Al-Bara’ bin Malik yang panjang yang
menceritakan tentang bagaimana kematian orang beriman dan orang kafir, tidak
disebutkan dalam hadits-hadits tersebut bahwa beliau mengajarkan untuk membaca
surat A-Fatihah atau surat lainnya, kalau itu dilakukan oleh beliau, pastilah
banyak shahabat yang menceritakannya.
Kelima: Tidak adanya praktik dari seorangpun shahabat Nabi, oleh
karena itu Imam Malik berkata, “Aku tidak mengetahui seorangpun yang
melakukannya”. Ketika para shahabat tidak ada yang melakukannya, padahal
pendorong untuk itu amat kuat, dan tidak ada perkara yang menghalangi mereka,
itu menunjukkan bahwa itu tidak disyariatkan.
Dan inilah pendapat yang
rajih, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Dan yang dilakukan di zaman ini,
dimana kaum muslimin membacakan Alquran di perkuburan, dengan jumlah hari
tertentu, dan tarip tertentu, bahkan dinyalakan lampu-lampu di sana, tidak
diragukan lagi akan kebid’ahannya. Karena perbuatan tersebut tidak ada
seorangpun dari para ulama madzhab yang membolehkannya. Allahul
musta’an.
Sumber:http://www.solusiislam.com/2013/08/kupas-tuntas-hukum-membaca-al-quran-di.html
0 komentar:
Posting Komentar