Tahukah Ternyata Allah Memanggil Kita Hanya 3 Kali Seumur Hidup

 
Ibu berkata ; Allah hanya memanggil kita 3 kali saja seumur hidup.
Keningku berkerut ; Sedikit sekali Allah memanggil kita..?'
Ibu tersenyum ; Iya, tahu tidak apa saja 3 panggilan itu..?'
Saya menggelengkan kepala.
1). Panggilan pertama adalah Adzan, ujar Ibu.
'Itu adalah panggilan Allah yang pertama. Panggilan ini sangat jelas terdengar di telinga kita, sangat kuat terdengar. Ketika kita sholat, sesungguhnya kita menjawab panggilan Allah. Tetapi Allah masih fleksibel, Dia tidak 'cepat marah' akan sikap kita.
Kadang kita terlambat, bahkan tidak sholat sama sekali karena malas. Allah tidak marah seketika. Dia masih memberikan rahmat Nya, masih memberikan kebahagiaan bagi umat Nya, baik umat Nya itu menjawab panggilan Azan-Nya atau tidak. Allah hanya akan membalas umat Nya ketika hari Kiamat nanti'.
Saya terpaku, mata saya berkaca-kaca...
Terbayang saya masih melambatkan sholat karena meetinglah, mengajarlah dan lain-lain.
Masya Allah...
Ibu melanjutkan,
2). Panggilan yang kedua adalah Panggilan Umrah/Haji
Panggilan ini bersifat halus. Allah memanggil hamba-hambaNya dengan panggilan yang halus dan sifatnya 'bergiliran' . Hamba yang satu mendapatkan kesempatan yang berbeda dengan hamba yang lain. Jalan nya bermacam-macam. Yang tidak punya uang menjadi punya uang, yang tidak merencanakan, ternyata akan pergi, ada yang memang merencanakan dan terkabul.
Ketika kita mengambil niat Haji / Umrah, berpakaian Ihram dan melafazkan 'Labaik Allahuma Labaik/ Umrotan', sesungguhnya kita saat itu menjawab panggilan Allah yang ke dua.
Saat itu kita merasa bahagia, karena panggilan Allah sudah kita jawab, meskipun panggilan itu halus sekali.
Mata saya semakin berkaca-kaca... Subhanallah...
Saya datang menjawab panggilan Allah lebih cepat dari yang saya rancangkan...
Alhamdulillah...
3). Dan panggilan ke-3, lanjut Ibu adalah KEMATIAN.
Panggilan yang kita jawab dengan amal kita.
Pada kebanyakan kasus, Allah tidak memberikan tanda tanda secara langsung, dan kita tidak mampu menjawab dengan lisan dan gerakan. Kita hanya menjawabnya dengan amal sholeh. Karena itu , manfaatkan waktumu sebaik-baiknya.

Jawablah 3 panggilan Allah dengan hatimu dan sikap yang Husnul Khotimah. Insya Allah surga adalah balasannya.

Golongan Orang-orang Yang Didoakan Malaikat Ketika Mereka Hidup


Dalam Islam, ketika seseorang menjadi sangat taat maka mereka akan didoakan oleh para Malaikat, dan inilah orang-orang yang didoakan Malaikat karena ketaatan mereka dalam masalah agama dan tauhid. Ternyata, banyak alasan mengapa orang bisa didoakan oleh malaikat dan kali ini akan kita bahas 7 alasan mengapa seorang manusia hidupnya akan dipenuhi oleh doa-doa yang berasal dari malaikat.
Adapun orang-orang yang didoakan malaikat ketika mereka masih hidup adalah orang-orang berikut ini:

1. Mereka yang tidur dalam keadaan setelah berwudhu atau bersuci. 
Hal ini dirawayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar, dimana dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata tentang mereka yang tidur dalam keadaan suci (setelah berwudhu) maka ia akan ditemani oleh malaikat di dalam pakaiannya. Orang tersebut juga baru akan terbangun ketika malaikat berdoa kepada Allah untuk mengampuninya. Hadist ini dinilai shahih.

2. Orang yang menunggu shalat sambil duduk. 
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa seseorang yang duduk saat menunggu shalat termasuk dalam golongan yang didoakan oleh malaikat. Ketika orang tersebut duduk, para malaikat akan ikut duduk sambil berdoa untuk pengampunannya.

3. Orang-orang yang shalat di shaf depan juga akan mendapatkan doa dari malaikat.
Dimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Imam Abu Dawud dari Barra’ bin ‘Azib. Rasulullah berkata bahwa Allah beserta para malaikat akan dengan senang hati bershalawat untuk mereka yang berdiri di barisan paling depan saat shalat berjamaah.

4. Malaikat akan ikut berkata “amin” saat seorang imam shalat selesai membaca surat Al Fatihah. 
Hal ini lah kenapa kita dianjurkan untuk mengucap amin karena bertepatan dengan doa malaikat untuk menghapuskan dosa masa lalu kita.

5. Mereka yang menunaikan shalat shubuh dan ‘ashar mereka di Masjid dan secara berjamaah. 
Penyebab hal ini adalah karena malaikat akan berkumpul saat shalat shubuh. Doa malaikat untuk golongan ini adalah agar Allah mengampuni mereka saat hari kiamat tiba.

6. Seorang manusia yang berusaha menjenguk orang lain ketika sakit akan mendapatkan keuntungan doa dari malaikat. 
Rasulullah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ali bin Abu Thalib bahwa Allah akan mengutus 70.000 malaikat yang akan bershalawat sepanjang siang dan malam hingga shubuh tiba bagi mereka yang melakukan hal tersebut.

7. Golongan lain yang mendapatkan keistimewaan didoakan oleh malaikat adalah mereka yang mengajarkan kebaikan pada orang lain. 
Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah bahwa ketika ada orang yang mengajarkan kebaikan maka tidak hanya malaikat bahkan seluruh isi langit dan bumi akan bershalawat demi orang tersebut.


Sebenarnya masih banyak daftar orang-orang yang mendapatkan keistimewaan luar biasa untuk dapat didoakan langsung oleh makhluk-makhluk yang paling dekat dengan Allah SWT, tapi karena keterbatasan tempat, maka hanya orang-orang dalam daftar kecil inilah orang-orang yang didoakan malaikat.
Copas:http://9redaksi.blogspot.com/2015/08/7-golongan-orang-orang-yang-didoakan.html

Mengapa kita di larang membaca ayat Al-Quran di kuburan


Yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita, sebagian yang ziarah kubur sering membawa Qur’an –terutama surat Yasin-, lalu membacanya di sisi kubur. Kita sepakat bahwa Al Qur’an adalah kalamullah dan surat Yasin adalah surat yang baik, mengandung pelajaran dan hikmah-hikmah penting di dalamnya. Namun apakah ketika ziarah kubur dituntunkan demikian? Ataukah ada tuntunan atau ajaran lainnya dari Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya, “Apakah membaca Al Qur’an di sisi kubur termasuk amalan yang tidak dituntunkan khususnya surat Fatihah dan Al Baqarah? Karena setahu saya setelah membaca kitab Ar Ruh karya Ibnul Qayyim bolehnya membaca Qur’an ketika pemakaman mayit dan setelah pemakaman. Beliau menyebutkan bahwa para salaf menasehati agar membaca Al Qur’an ketika pemakaman.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
Membaca Al Qur’an di sisi kubur adalah di antara amalan yang tidak dituntunkan sehingga tidak boleh kita lakukan. Kita tidak boleh pula shalat di sisi kubur karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan seperti itu. Begitu pula hal tersebut tidak pernah dituntunkan oleh khulafaur rosyidin (Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, -pen). Karena amalan tadi hanyalah dilakukan di masjid dan di rumah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
Jadikanlah shalat kalian di rumah kalian dan jangan jadikan rumah tersebut seperti kubur” (HR. Bukhari no. 432 dan Muslim no. 777). Hadits ini menunjukkan bahwa kubur bukanlah tempat untuk shalat dan juga bukan tempat untuk membaca Al Qur’an.  Amalan yang disebutkan ini merupakan amalan khusus di masjid dan di rumah. Yang hendaknya dilakukan ketika ziarah kubur adalah memberi salam kepada penghuninya dan mendoakan kebaikan pada mereka.[1]
Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah penguburan mayit, beliau berhenti di sisi kubur dan berkata,
اسْتَغْفِرُوا لأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ
Mintalah ampun pada Allah untuk saudara kalian dan mintalah kekokohan (dalam menjawab pertanyaan kubur). Karena saat ini ia sedang ditanya” (HR. Abu Daud no. 2758. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Beliau sendiri tidak membaca Al Qur’an di sisi kubur dan tidak memerintahkan untuk melakukan amalan seperti ini..
Memang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar -jika  riwayat tersebut shahih- bahwa beliau melakukan seperti itu, alasan ini tidak bisa dijadikan pendukung. Karena yang namanya ibadah ditetapkan dari sisi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari Al Qur’an. Perkataan sahabat tidak selamanya menjadi pendukung, begitu pula selainnya selain khulafaur rosyidin. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai khulafaur rosyidin,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Wajib atas kalian berpegang tegus dengan ajaranku dan juga ajaran khulafaur rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah kuat-kuat ajaran tersebut dengan gigi geraham kalian” (HR. Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Majah no. 42. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih). Ajaran khulafaur rosyidin bisa jadi pegangan selama tidak menyelisihi ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar dan sahabat lainnya, maka itu tidak selamatnya  bisa menjadi pegangan dalam hal ibadah. Karena sekali lagi, ibadah adalah tauqifiyah, mesti dengan petunjuk dalil. Ibadah itu tauqifiyyah, diambil dari Al Qur’an dan ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.
Adapun perkataan Ibnul Qayyim dan sebagian ulama lainnya, itu tidak bisa dijadikan sandaran. Dalam masalah semacam ini hendaklah kita berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah. Amalan yang menyelisihi keduanya adalah amalan tanpa tuntunan. Jadi, kita tidak boleh shalat di sisi kubur, membaca Al Qur’an di tempat tersebut, berthawaf mengelilingi kubur, dan tidak boleh pula berdo’a kepada selain Allah di sana. Tidak boleh seorang muslim pun beristighotsah dengan berdo’a kepada penghuni kubur atau si mayit. Tidak boleh pula seseorang bernadzar kepada penghuni kabar karena hal ini termasuk syirik akbar. Sedangkan berdo’a di sisi kubur atau berdo’a pada Allah di sisi kubur termasuk amalan yang mengada-ngada.
Lalu Syaikh rahimahullah ditanya oleh salah satu muridnya, “Apalah Imam Ahmad telah rujuk secara perbuatan dari pendapat yang membolehkan berdo’a di sisi kubur? Jazakumullah khoiron, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.
Diriwayatkan mengenai hal ini, namun aku sendiri tidak mengetahui keshahihannya seandainya  beliau rujuk. Namun jika beliau membolehkannya (berdo’a di sisi kubur), maka beliau keliru, sama halnya dengan ulama lainnya. Dan Ibnu ‘Umar sendiri lebih afdhol dari Imam Ahmad.  Sekali lagi, pegangan kita dalam ibadah adalah dalil Al Qur’an dan As Sunnah.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’: 59).
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (dikembalikan) kepada Allah.” (QS. Asy Syura: 10).
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.” (QS. Al Hasyr: 7). Amalan ini adalah permasalahan ibadah dan permasalah yang urgent sehingga seharusnya setiap muslim kembalikan pada ajaran Al Qur’an dan As Sunnah yang suci.
Ada yang bertanya lagi pada Syaikh Ibnu Baz, “Apakah engkau berpegang pada madzhab tertentu?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Fatwa yang kukeluarkan tidaklah berdasarkan pada madzhab tertentu, aku tidak berpegang pada madzhab Imam Ahmad dan imam lainnya. Yang selalu jadi peganganku adalah firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baik pendapat tersebut terdapat pada madzhab Ahmad, Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, atau Zhohiriyah atau pada sebagian ulama salaf di masa silam. Yang selalu jadi peganganku adalah dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Saya tidak selalu berpegang pada madzhab Hambali atau madzhab lainnya. Sandaranku sekali lagi adalah pada firman Allah dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang menjadi petunjuk dari kedua dalil tersebut dalam berbagai hukum. Inilah kewajiban yang harus diikuti setiap penuntut ilmu.
[Referensi: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/9920]
Fatwa di atas mengajarkan pada kita suatu pedoman yang penting dalam beragama. Hendaknya kita berpegang teguh pada dalil. Perkataan ulama atau ulama madzhab tidak selamanya bisa menjadi pegangan jika menyelisihi ajaran Al Qur’an dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini berbeda dengan sikap sebagian orang yang terlalu fanatik buta pada madzhab tertentu. Padahal para imam madzhab sendiri tidak memerintahkan kita untuk ikut pendapatnya, yang mereka anjurkan adalah ikutilah dalil.
Imam Abu Hanifah dan muridnya Abu Yusuf berkata, “Tidak boleh bagi seorang pun mengambil perkataan kami sampai ia mengetahui dari mana kami mengambil perkataan tersebut (artinya sampai diketahui dalil yang jelas dari Al Quran dan Hadits Nabawi, pen).”[2]
Imam Malik berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah manusia yang bisa keliru dan benar. Lihatlah setiap perkataanku, jika itu mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka ambillah. Sedangkan jika itu tidak mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka tinggalkanlah.[3]
Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi’i berkata, “Jika hadits itu shahih, itulah pendapatku.”[4]
Imam Asy Syafi’i berkata, “Jika terdapat hadits yang shahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.”[5]
Terdapat riwayat shahih dari Imam Asy Syafi’i, beliau sendiri mengatakan, “Jika ada hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelisihi pendapatku, maka beramallah dengan hadits tersebut dan tinggalkanlah pendapatku.” Dalam riwayat disebutkan, “Pendapat (yang sesuai hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tersebut itulah sebenarnya yang jadi pendapatku.” Perkataan ini disebutkan oleh Al Baihaqi, beliau mengatakan bahwa sanadnya shahih[6].
Imam Ahmad berkata, “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berarti telah berada dalam jurang kebinasaan.”[7]
Sekali lagi ulama dan imam madzhab bukanlah Rasul yang setiap perkataannya harus diikuti, apalagi jika menyelisihi  dalil. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun menyatakan bahwa wajib mengikuti seseorang dalam setiap perkataannya tanpa menyebutkan dalil mengenai benarnya apa yang ia ucapkan, maka ini adalah sesuatu yang tidak tepat. Menyikapi seseorang seperti ini sama halnya dengan menyikapi rasul semata yang selainnya tidak boleh diperlakukan seperti itu.”[8]
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

@ KSU, Riyadh KSA, 15 Rabi’ul Awwal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id


[1] Do’a ketika ziarah kubur sesuai ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ (وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, (semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan). Kami insya Allah akan bergabung bersama kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim no. 975)

Alasan Mengpa tidak boleh membaca aya Al-Quran di Kuburan

Banyak diantara kaum muslimin yang belum mengetahui tentang Hukum membaca Al Quran di kuburan. Apakah membaca al Quran di kuburan itu dibolehkan, ataukah malah dilarang dalam agama kita.

Meskipun telah kita ketahui bahwa membaca al Quran adalah suatu ibadah yang mulia,tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ulama tentang hukum membaca Al Quran di kuburan, ada ulama yang membolehkannya, namun tak sedikit dari para ulama yang tidak membolehkan membacanya di kuburan.

Bagi kita selaku orang awam, yang terpenting adalah melihat dalil-dalil dari kedua pendapat tersebut, karena dalam masalah khilafiyah, kita tidak boleh berhujjah dengan pendapat ulama saja, atau bahkan pendapat ‘kyai dan mbahku’. tapi hujah kita yang paling utama adalah Alquran dan sunnah.

Dalil-dalil pendapat yang membolehkan adalah sebagai berikut:


Pertama: Hadits Ibnu Abbas yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wasallam melewati dua buah kuburan, lalu Nabi mengabarkan bahwa penghuni kuburan tersebut sedang di ‘adzab, kemudian beliau mengambil pelepah kurma dan menyobeknya menjadi dua, lalu menanamkannya pada dua kuburan tadi, beliau bersabda: “Semoga diringankan adzabnya selama kedua pelepah itu belum kering”

Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini adalah dalil yang menunjukkan bolehnya membaca Alquran di sisi kuburan, karena menurut beliau apabila diharapkan adzabnya diringankan karena tasbihnya pelepah, maka membaca Alquran lebih utama lagi. (Syarah Shahih Muslim, 3/202).

Kedua: Hadits yang artinya, “Barang siapa yang melewati perkuburan lalu membaca qul huwallahu ahad sebelas kali, kemudian memberikan pahalanya kepada para mayat, maka akan diberikan pahala sesuai dengan jumlah mayat”. (HR. Al-Khallaal).

Ketiga: Hadits yang artinya, “Apabila seseorang dari kamu meninggal, maka janganlah ditahan, dan bersegeralah untuk dikuburkan, dan bacakan di sisi kepalanya Al-Fatihah dan di sisi kakinya akhir surat Al-Baqarah dikuburnya”. (HR. Ath Thabrani 12/445 no 13613) dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 9294. Dari jalan Yahya bin Abdullah Al-Babalti dari Ayyub bin Nahik Al-Halabi dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Keempat: Perbuatan Ibnu Umar, dari jalan Mubasyir mengabarkan dari Abdurrahman bin Al-’Alaa bin Al-Lajlaaj dari ayahnya bahwa ia mewasiatkan apabila telah dikubur, agar dibacakan di kepalanya permulaan surat Al-Baqarah dan akhirnya, dan berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar berwasiat demikian”. Sebagaimana telah berlalu.

Kelima: Asy-Sya’bi berkata, “Adalah kaum Anshar apabila seseorang meninggal, mereka pergi bergantian ke kuburannya untuk membacakan Alquran”. Dikeluarkan oleh Al-Khallaal dalam kitab Al Qira’ah ‘Indal Qubuur (1/8 no 7) dari jalan Mujalid bin Sa’id dari Asy-Sya’bi.

Keenam: Alquran adalah berkah, maka bila dibacakan di kuburan, diharapkan dengan keberkahan Alquran dapat memberikan manfaat kepada penghuni kubur.


Jawaban dan Bantahan terhadap dalil-dalil yang membolehkan:


Bila kita perhatikan, dalil-dalil yang telah disebutkan diatas sebenarnya tidak dapat dijadikan hujjah,

Penjelasannya sebagai berikut:

Dalil pertama, tentang kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menanam pelepah kurma yang telah disobek menjadi dua, alasan dijadikan hujjah untuk membolehkan adalah karena pelepah itu bertasbih sebagaimana Allah menyebutkan di dalam Alquran bahwa segala sesuatu di bumi dan di langit bertasbih memuji-Nya, sehingga bisa dijadikan dalil bolehnya membaca Alquran di kuburan.

Namun alasan ini amat lemah dari beberapa sisi:

  1. Bila alasannya karena tasbih pelepah, tentu nabi tidak akan menyobeknya agar menjadi cepat kering, karena semakin lama kering berarti semakin lama diringankan adzabnya.
  2. Bila alasannya demikian, tentu nabi tidak akan menanam pelepah,akan tetapi beliau menanam pohon agar lebih lama lagi diringankan adzabnya.
  3. Bila demikian, maka mayat yang paling bahagia adalah mayat yang paling banyak pohonnya, karena dedaunannya lebih banyak bertasbih, dan ini aneh dan batil.

Yang shahih, bahwa alasan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menanam pelepah tersebut adalah dalam rangka memberikan syafaat kepadanya, dan ini kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu para ulama shahabat tidak ada yang memahami seperti apa yang dipahami oleh Imam An-Nawawi rahimahullah. Dan tidak ada satupun shahabat yang memahami dari hadits tersebut bolehnya membacakan Alquran di sisi kubur, kalaulah itu baik, tentu mereka yang pertama kali melakukannya.

Adapun dalil yang kedua, adalah hadits yang palsu, berasal dari naskah Abdullah bin Ahmad bin ‘Amir dari ayahnya dari Ali Ar Ridla dari ayah-ayahnya, dipalsukan oleh Abdullah atau ayahnya sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal, dan diikuti oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (3/252), juga As-Suyuthi dalam Dzail Al Ahadits Al Maudlu’ah dan beliau menyebutkan hadits ini, dan diikuti juga oleh Ibnu ‘Arraaq dalamTanzih Asy Syari’atil Marfu’ah. (Lihat Ahkaam Janaiz, hal 245).

Adapun dalil yang ketiga adalah hadits yang sangat lemah, karena di dalamnya terdapat dua perawi yang lemah, yang pertama adalah Yahya bin Abdullah Al-Babalti, ia perawi yang lemah. Al Azdi berkata, “Kelemahan padanya sangat jelas”. Dan Abu Hatim berkata, “Tidak dianggap”. (Al-Mughni fi Dlu’afa, 2/739). Dan yang kedua adalah Ayyub bin Nahiik Al Halabi ia dianggap lemah oleh Abu Hatim, dan Al Azdi berkata, “Matruk”. Dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Ats-Tsiqat dan berkata: “Yukhti (suka salah)”. (Lisanul Mizan,1/490).

Adapun dalil yang keempat, yaitu atsar Ibnu Umar adalah lemah juga. Karena ia berasal dari periwayatan Abdurrahman bin Al ‘Alaa bin Al Lajlaaj, ia perawi yang majhul karena tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Mubasyir. Dan Al Hafidz berkata dalam taqrib-nya: “Maqbul”. Artinya diterima apabila di-mutaba’ah, dan jika tidak maka haditsnya lemah. Dan di sini ia tidak di-mutaba’ah.

Adapun dalil yang kelima, yaitu atsar Asy Sya’bi adalah lemah juga, karena ia dari periwayatan Mujalid bin Sa’id, Al Hafidz berkata dalam taqrib-nya: “Laisa bil qawiyy (tidak kuat), berubah hafalannya di akhir umurnya”. Imam Ahmad berkata: “Laisa bisyai (tidak ada apa-apanya)”. Ibnu Ma’in berkata: “Tidak bisa dijadikan Hujah”. Dan Ad Daraquthni berkata: “Dla’if”. (Al Mughni fi Dlu’afa, 2/542).

Adapun dalil yang keenam adalah dalil yang membutuhkan dalil, artinya memang benar bahwa Alquran itu berkah, namun untuk dibacakan kepada mayat di kuburan membutuhkan kepada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya. Dan ternyata tidak ada. Terlebih telah kita rajihkan bahwa bacaan Alquran tidak akan sampai kepada mayat.


Dalil-dalil Pendapat yang Melarang


Pertama: Hadits Abu Hurairah, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu seperti kuburan, karena setan akan lari dari rumah yang dibanyakan padanya surat Al-Baqarah“. (HR Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa kuburan bukan tempat untuk membaca Alquran, oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menjadikan rumah seperti kuburan yang tidak dibacakan padanya Alquran.

Kedua: Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah ke perkuburan Baqi’, namun tidak disebutkan disana bahwa beliau membaca Alquran di kubur, di antaranya hadits Aisyah ia berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَدْعُو لَهُمْ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَدْعُوَ لَهُمْ

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar menuju Baqi’ untuk mendoakan mereka, lalu Aisyah menanyakannya, beliau bersabda: “Aku diperintahkan untuk mendoakan mereka”.

Tidak disebutkan dalam hadits-hadits itu bahwa beliau membaca Alquran di kuburan. Kalau itu baik, tentu beliau melakukannya dan diperintahkan kepadanya.

Ketiga: Hadits-hadits yang mengajarkan apa yang harus dibaca di perkuburan, di antaranya adalah hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim, Aisyah bertanya kepada beliau apa yang harus dibaca di kuburan, maka beliau mengajarkan salam dan doa, dan tidak mengajarkan untuk membaca Al-Fatihah atau surat lain dari Alquran, dan kaidah ushul fiqihberkata, “Meninggalkan penjelasan dari waktu yang dibutuhkan adalah tidak boleh”. Kalaulah itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi waallam mengajarkannya kepada ‘Aisyah dan shahabat-shahabat lainnya.

Keempat: Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikut menguburkan sebagian shahabat, seperti penguburan anaknya dan juga hadits Al-Bara’ bin Malik yang panjang yang menceritakan tentang bagaimana kematian orang beriman dan orang kafir, tidak disebutkan dalam hadits-hadits tersebut bahwa beliau mengajarkan untuk membaca surat A-Fatihah atau surat lainnya, kalau itu dilakukan oleh beliau, pastilah banyak shahabat yang menceritakannya.

Kelima: Tidak adanya praktik dari seorangpun shahabat Nabi, oleh karena itu Imam Malik berkata, “Aku tidak mengetahui seorangpun yang melakukannya”. Ketika para shahabat tidak ada yang melakukannya, padahal pendorong untuk itu amat kuat, dan tidak ada perkara yang menghalangi mereka, itu menunjukkan bahwa itu tidak disyariatkan.

Dan inilah pendapat yang rajih, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Dan yang dilakukan di zaman ini, dimana kaum muslimin membacakan Alquran di perkuburan, dengan jumlah hari tertentu, dan tarip tertentu, bahkan dinyalakan lampu-lampu di sana, tidak diragukan lagi akan kebid’ahannya. Karena perbuatan tersebut tidak ada seorangpun dari para ulama madzhab yang membolehkannya. Allahul musta’an.
 
Sumber:http://www.solusiislam.com/2013/08/kupas-tuntas-hukum-membaca-al-quran-di.html

9 Ciri Wanita yang Akan membawa Rezeki Bagi Suaminya!




Jika ingin menyempurnakan agama dan memperoleh rezeki yang banyak menikahlah. Selama pernikahan bahagiakan istri karena membahagiakan isteri bisa melancarkan rezeki. Jangan sakiti hatinya karena suami yang menyakiti hati isteri disempitkan rezekinya oleh Sang Pemberi Rezeki. Jika terjadi masalah, selesaikan dengan cara yang ma’ruf. Perceraian adalah alternatif terakhir yang ditempuh, karena perceraian meskipun halal tapi dibenci oleh Allah
Sebelum menikah penting bagi setiap laki-laki untuk mengenali wanita yang akan diperistrinya. Karena wanita inilah yang akan menjadi pendamping hidup dan ibu dari anak-anaknya kelak. Berikut ini ciri ciri wanita yang akan membawa rezeki buat suaminya.
# 1. Wanita yang taat pada Allah dan rasulNya.
Ada empat faktor yang menjadi pertimbangan sebelum menikahi seorang wanita, yaitu karena (1) kecantikannya, (2) keturunannya, (3) hartanya dan (4) agamanya. Kita diperintahkan untuk memilih wanita karena faktor agamanya, beruntung sekali jika bisa mendapatkan keempatnya. Wanita yang taat pada Allah dan Rasulnya akan membawa rumah tangga menuju surga, menuju ketentraman. Rumah tangga yang tentram, nyaman, bahagia adalah rezeki yang sangat berharga. Rumah tangga yang dinahkodai suami yang saleh didampingi istri yang salehah akan menjadikan rumah tangga itu berberkah, menghasilkan anak-anak yang saleh / salehah, mendapatkan ridha dan rahmat Allah.
# 2. Wanita yang taat pada suaminya.
Jika aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan menyuruh seorang isteri untuk sujud kepada suaminya (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Sepanjang perintah suami tidak bertentangan dengan agama, maka isteri wajib mentaatinya. Ketaatan seorang isteri pada suaminya akan membuat hati suami tenang dan damai dan bisa menjalankan kewajibannya mencari rezeki yang halal untuk keluarga. Akan halnya wanita yang berkarier di luar rumah bisa tetap bekerja sepanjang suaminya mengizinkan dan kewajibannya untuk menjaga diri dengan baik di tempat kerja.
“Laki-laki adalah pemimpin atas wanita karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan dengan sebab sesuatu yang telah mereka (laki-laki) nafkahkan dari harta-hartanya. Maka wanita-wanita yang saleh adalah yang taat lagi memelihara diri di belakang suaminya sebagaimana Allah telah memelihara dirinya”. (Q.S. An Nisa : 34).
# 3. Wanita yang melayani suaminya dengan baik.
Tugas utama isteri adalah menjalankan tugas rumah tangga dengan sebaik-baiknya, melayani suami dengan baik serta mendidik anak-anaknya. Isteri yang baik berusaha melayani suaminya dengan baik seperti menyiapkan makanannya, menyiapkan keperluannya, memenuhi kebutuhan biologisnya, menjaga perasaan suaminya jangan sampai suaminya terluka karena sikapnya. Wanita yang demikian akan menjadi kesayangan suaminya dan bisa menjadi partner yang baik dalam mewujudkan rumah tangga yang sakinah dan menarik hal-hal postif dalam rumah tangganya, termasuk rezeki bagi suaminya.
# 4. Wanita yang berhias hanya untuk suaminya.
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wnita salehah” (H.R. Muslim). Adalah sifat wanita yang suka bersolek dan berhias, tapi wanita yang saleh hanya berhias dan menampakkan perhiasan untuk suaminya.
Wanita yang jika dipandang suaminya selalu menyenangkan dan tahu bagaimana menyenangkan suaminya. Wanita yang bahkan malaikat pun mendoakannya akan memudahkan rezeki datang padanya.
# 5. Jika ditinggal menjaga kehormatan dan harta suami
Saat suami keluar mencari nafkah, isteri yang ditinggalkan di rumah harus menjaga kehormatannya, menjaga dirinya dari tamu yang tidak pantas, membatasi keluar rumah jika tidak terlalu penting. Harta suami yang dititipkan padanya dipergunakan pada hal-hal yang bermanfaat dengan seizin suaminya. Wanita seperti ini memudahkan rezeki masuk ke dalam rumahnya sebagai upah dari ketaatannya kepada Allah dan kesetiaan pada suaminya.
# 6. Wanita yang senantiasa meminta ridha suami atasnya
Wanita ini tahu bagaimana menyenangkan hati suaminya. Menjaga sikap dan perilaku agar tidak menyinggung dan melukai perasaan suaminya. Dia selalu berusaha agar suaminya tidak marah padanya. Dia tidak akan pergi tidur dalam keadaan marah atau meninggalkan suaminya dalam keadaan marah sampai memperoleh maafnya. Mengajak suaminya bercanda untuk menceriakan perkawinannya. Berusaha mendidik anak-anaknya dengan baik. Menjaga rahasia perkawinan dari orang lain. ” Maukah kalian kuberitahu isteri-isteri yang menjadi penghuni surga yaitu isteri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya, dimana jika suaminya marah dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata ” Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha” (H.R.An Nasai). Isteri seperti ini adalah isteri yang dimudahkan rezekinya melalui tangan suaminya karena amalan dan kesetiaan pada suaminya,
# 7. Wanita yang menerima pemberian suami dengan ikhlas
Wanita yang tidak pernah mengeluh berapapun rezeki yang dibawa pulang suaminya. Selalu ikhlas menerima dan menghargai apapun yang diberikan suami kepadanya. Banyak disyukuri sedikit pun diterima dengan ikhlas. Wanita seperti ini adalah wanita yang mensyukuri rezekinya. Allah sudah menjanjikan bahwa jika kita bersyukur Dia akan menambah rezeki kita. Wanita yang bersyukur dan ikhlas rezekinya senantiasa bertambah baik kuantitas maupun keberkahannya yang akan diberi Allah langsung padanya ataupun memlalui suaminya.
# 8. Wanita yang bisa menjadi partner meraih ridha Allah.
Wanita yang menjadikan rumah tangganya sebagai ibadah, pengabdiannya kepada Allah. Bisa menjadi teman diskusi yang berimbang bagi suami. Bisa melakukan koreksi dan menyampaikan dengan lembut kepada suaminya. Mendengarkan nasihat dan kata-kata suaminya dengan penuh perhatian. Sebelum melaksanakan ibadah sunat seperti puasa sunat meminta izin kepada suaminya dan tidak melaksanakan jika tidak diizinkan. Bisa menjadi pendorong dan motivator suami untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Itulah mengapa ada kalimat ” dibalik pria yang sukses ada wanita hebat di belakangnya”. Karena wanita seperti ini adalah rezeki utama suaminya.
# 9. Wanita yang tak pernah putus doa untuk suaminya.
Wanita yang bersyukur adalah wanita yang menerima semua kehendak /takdir Allah padanya tapi tetap berusaha melakukan yang terbaik termasuk dengan mendoakan suami dan anak-anaknya agar sukses dunia akhirat. Wanita ini tidak pernah putus doa, tapi menjadikannya sebagai rutinitas harian, penghias bibir setelah shalat. Wanita ini tahu bahwa rezeki suaminya akan ditambah dan diberkahi jika dirinya senantiasa melibatkan Allah pada langkah suaminya melalui doa-doa yang dipanjatkannya setiap hari.

Itulah 9 ciri-ciri wanita atau isteri yang akan membawa rezeki bagi suaminya. Betapa beruntungnya seorang laki-laki jika bisa mendapatkan isteri dengan ciri-ciri seperti di atas. Jika pun isteri belum memiliki ciri-ciri seperti di atas adalah tugas suami untuk mendidik isterinya, karena isteri adalah tanggung jawab suaminya dan dia akan ditanya di akhirat tentang hal itu. Wallahu alam.